Puisi Memoir Februari- Mei
#
suatu pagi dunia terbangun cepat sekali
kami pun duduk bersama menikmati kopi
tak kusangka, tiba-tiba ia bercerita padaku
memberi tahu asal usul kesakitan itu bahwa
semua berawal dari percaya akan cinta yang tak ada,
sahabat yang tak ada, pada hidup yang tak ada,
pada makna yang tak ada:
segala tentang tiada
yang disangkanya ada.
21.02.21
#
Diam-diam aku meyakini bahwa setiap yang berhati bermimpi untuk bertemu seseorang yang menyerahkan hatinya secara gila-gilaan, mengeluarkan kata-kata yang tak bisa lagi diuraikan dengan lisan. Bahkan untuk mengucapkan terimakasih saja kepadamu aku tak berani dan teramat malu. Ucapan maaf pun kupikir tak pantas kau menerima itu. Mungkin cara terbaik bagi kita adalah bersama-sama terdiam, masing-masing merelakan waktu tenggelam menjelma malam, menyembunyikan semua ingatan di balik senyum bintang-bintang dan tangisan rembulan, lalu dengan lirih kita panggil-panggil angin yang membawa musim semi dan merayunya agar ia sudi melahirkan kembali bunga dan dedaunan yang sempat gugur kemarin.
Februari
#
Bukan, bukan berarti aku tak lagi percaya pada puisi
apalagi melupakan keindahan kata-kata
Hanya saja, pada kesekian ratus bait yang kususun
Baru aku mengerti bahwa menulis puisi
bukan soal membiarkan kata berlarian dengan cepat
tapi tentang bagaimana mata dan hati bekerja dengan tepat.
Yang paling mengagumkan dari manusia adalah hatinya. Namun ajaibnya, gak ada yang terang di sana. Meski sering ia bergerak diam-diam, tiada isi hati yang berhak dipermainkan.
Mei
Tak ada hujan di sini
Memang benar, setiap kita begitu percaya pada yang akan datang
tapi setidaknya, masa lalulah yang benar-benar telah kita pahami, bukan?
di meja ini, tumpukan buku dan selembar kertas putih
yang tiba-tiba mengerti bahwa ia harus mengumpulkan kata sebanyak-banyaknya
seolah puisi yang dikarang dengan sengaja hingga suatu saat ia lupa
bahwa dirinya adalah hanya selembar kertas yang putih, namun kosong.
tak ada hujan di sini
mungkin sebab itu aku begitu merindukannya
meski diam-diam aku mengerti,
tak ada hujan yang tak diiringi petir dan muram mendung
tapi aku tetap ingin menikmati hujan itu
dan jika ia datang
aku akan menyambutnya sambil tertawa, berlari dan menari sepuasku seperti waktu itu
tapi hujan dan waktu sama saja
tiba-tiba saja ia datang untuk kemudian berlalu,
mungkin setiap kita juga seperti itu.
28.04.2021
#
sepasang burung yang kuyup di dahan anggun itu
bukan kita, karena seperti yang aku dan kau tahu
kinilah waktu bergegas terbang
menyulam puisi dengan sayap masing-masing
#
Suatu ketika seorang guru dari Rum berkata padaku
" ambillah jalan ini, jika benar kau ingin sampai pada puisi
ikutilah langkah ini!"
Aku hayati sepenuh hati
tak sepatah kata pun yang ia ajarkan pada kami
namun yang kutangkap isyarat dalam hati
bahwa yang harus kuperbuat adalah menyerahkan semua pada air mata
memang benar guru rumi,
air mata adalah puncak tertinggi dari kemegahan kata-kata
di sana, puisi dan segenap keluasannya terdiam
dalam bisu, sembah dan semadi.
Komentar
Posting Komentar