Postingan

Menampilkan postingan dari Juni, 2019

Sebuah Kafe

Ia adalah tempat bertandang sesaat aku dirundung kesepian tak hanya aku, dalam hidup kita bertugas melawan kealpaan. Tak ada yang lebih menyebalkan selain berdamai dengan keganjian  yang mengajak aku tersenyum melihat daun-daun berguguran. Seperti lentera malam Kenyataan yang berat kopi hitam yang pekat adalah nikmat yang sepakat.

Catatan: Salah Penisbatan

Ketika berbicara mengenai "kammiah" (genus kuantitatif), Syekh Rakhawi mengutip beberapa  pendapat berikut argumentasinya dari dua filosof besar Yunani, yaitu Aristo dan Plato. Menariknya beliau tidak sekedar menampilkan apa saja ide yang disampaikan kedua filosof itu. Beliau juga menekankan bagaimana corak filsafat keduanya. Dalam hal ini, Aristo beserta para pengikutnya (para filosof paripatetik) oleh Al Rakhawi disebut sebagai para pemikir yang menghasilkan ilmu dengan menggunakan nalar-argumentatif ( al massyain fi al 'ilmi bi al sa'yi al dzahir). Sedangkan Plato dalam aliran filsafatnya digolongkan kepada al Hukama al Isroqy, yakni para filosof yang mendapatkan ilmu pengetahuan dengan pencerahan batin yang digapai dengan jalur riyadloh. Dengan mengikuti pendapat tersebut, bisa disimpulkan pula secara sederhana bahwa aliran filsafat Aristo adalah aliran akal budi, dan aliran filsafat Plato adalah aliran pencerahan hati. Berarti pada keduanya terdapat perbedaan yan

Saliman

Sudah telat beberapa menit, tapi alhamdulillah masih sempat mengikuti pengajian (pensyarahan) kitab Ihya bersama Syekh Muhanna yang dimulai hari ini. Disamping itu, satu hal yang paling membuat saya plong adalah bisa saliman dan mencium tangan beliau. Meskipun saya tak begitu yakin kalau saya paham semua yang dijelaskan beliau. Seperti biasanya. Ingat dulu pas masih kecil. Saat itu saya diajak orang tua menghadiri haul seorang Kyai Musyid Tarekat Naqsyabandiah di daerah malang. Saat itu yang menghadiri haul Kyai adalah putra beliau (rahimahumulloh) yang menjadi penerus (mursyid). Singkatnya, setelah pulang ke rumah orang tua saya bertanya kepada saya: " Tadi malam sudah saliman ke Kyai? " Saya jawab belum. Mendengar itu orangtua saya langsung marah besar. Dan saya pun sangat takut. Dengan nada marah beliau berkata: " Kok bisa gak saliman. Wong intinya sebenarnya ya disitu! " Semenjak kejadian itu, yang paling saya utamakan dalam sowan kepada Kyai dan guru saya ada

Kalut

Menurut Imam Syafi'i ada tiga hal yang dibutuhkan oleh seorang pencari ilmu: khusnu dzatil yad, masa yang panjang dan kecerdasan. Pas lagi kacau-kacaunya, kemarin saya menemukan maqolah ini dalam kitab hilyatul auliya. Dan bagi saya, apa yang dikatakan Al Syafii tersebut adalah obat. Itu saja. _____ Hidup adalah kata sang pengembara Mencari makna kepada pohon yang bersemi Daun yang berguguran Pada laut yang dalam, demi Sebongkah permata yang tenggelam Sekumpulan arti yang terpendam Oleh karena itu kata yang tak pernah meneguk getirnya perjuangan Ialah hidup yang akrab bagi para pecundang.

Suatu Fase

Saya pernah mengalami masa-masa dimana sudah merasa seperti kritikus besar yang bisa memikirkan dan mengkritik apa saja. Tapi disaat yang sama, saya malah malas bekerja, malas belajar dan malas membaca, karena beranggapan dengan akal yang saya miliki (yang sempit ini) sudah cukup untuk merumuskan keadaan. Saat itu pola pikir saya sangat pragmatis. Sedikit berusaha tapi maunya cepet "jadi" dan pingin segera "berkiprah". Tapi akhirnya datanglah sebuah fase yang menuntut saya untuk bertobat dari pola pikir tersebut, karena (menurut pengalaman saya) hal semacam itu tidak menghasilkan apa-apa selain kegelisahan, serta semakin jauh dari kualitas yang memuaskan. Dan itu sangat menyebalkan!

Ujian Azhar

 Hari ini adalah hari terakhir ujian termin dua di Azhar. Apakah saya akan naik ke tingkat kedua? Saya belum tahu. Yang pasti saya belajar banyak hal dari tahun pertama saya kuliah di azhar ini.  Sedikit hal yang barangkali perlu untuk saya tulis, sebagai catatan pribadi saja, adalah pengalaman bahwa saya tidak pernah masuk kuliah selain pas ujian saja. Sistem perkuliahan di Azhar memang seperti itu. Mahasiswa tidak diwajibkan untuk mengikuti muhadloroh yang disampaikan oleh Duktur di kampus. Kita diberi kelonggaran untuk mencari guru ( talaqqi) atau mengembangkan minat keilmuan masing-masing. Kembali ke cerita awal. Sebenarnya tidak mengikuti muhadloroh  di kampus bukanlah tidak memberikan dampak, tapi justru sangat mempengaruhi kedisiplinan seorang mahasiswa terhadap pelajaran ( muqarrar) yang ditetapkan oleh Azhar. Dan itu sangat saya rasakan dalam diri sendiri.  Selain teledor, alasan kenapa saya tidak pernah kuliah adalah karena saya tidak mempunyai muqarrar  yang diajarkan Duktur

Kalah

Kata yang paling kalah adalah menyerah yang hanya tertulis tuk para pesimis.

MERAWAT RINDU

Apa yang aku inginkan  Kekasih,  Akankah megah sebuah peradaban Seberapa bernilai tubuh sang bumi Jikalau sejengkal saja Tak menyentuhnya sinar matahari Kemanakah kami akan pergi Atau seperti yang lain Yang telah kembali dan usai terserat ombak kata-kata duniawi  Sungguh pedih kekasih  Aku tak peduli Meski segunung arti Jika itu bukan engkau yang aku jumpai Tapi sekiranya aku masih berdiri Bukan tak mau berlari Siapa yang sanggup sendiri Merawat kerinduan seorang diri Aku sekedar ingin patuh Percaya yang diucapkan ayah Bahwa bukan aku yang sampai Tapi dia yang melambai

Layaknya Kesepian

Saya beranggapan (mungkin salah) bahwa untuk berjuang dalam pencarian, tak ada alasan lain yang lebih hebat daripada kerinduan. Begitu juga merindukan kebijaksanaan. Lalu apa yang dirasakan oleh seseorang yang telah mengerahkan upayanya namun ia belum saja menemukan tujuannya tersebut? Jawabannya bermacam-macam. Tapi mendekati satu titik yang sama: sakit. Misalkan saja orang yang mencari pasangan hidupnya. Barangkali dia rela berjalan sepanjang apapun asal itu bisa menjauhkan dirinya dari kesepian. Manusia itu aneh ( atau kita, atau aku saja yang aneh). Seringkali kita membenci keramaian dan kebisingan. Tapi siapakah yang kuat menghadapi kesepian? Sangat langka, dan secara umum tak ada. Kesepian itu menyakitkan. Begitu juga orang yang sedang mencari dirinya sendiri, sebenarnya ia sedang kesepian. Untuk mampu bertahan dalam hidup yang penuh "persoalan", penuh "pengakuan" yang kadang membingungkan ini, kita perlu menemukan diri kita terlebih dahulu. Atau jangan

Ganja

Aku tak kenal ganja Sejak kecil kutahu hukum Ganja adalah terlarang Daun-daun yang haram Tapi aku melayang-layang Terus kuhisap dalam sembahyang Dari pohon ganja yang kutanam Dalam hati dan pikiran kelam.

Haruskah Marah

Apakah aku marah Apakah aku kecewa Apakah aku dendam Apakah ini ada Apakah aku ada Siapakah aku ini.

~

Aku bosan dengan diriku Aku muak dengan diriku Aku marah pada diriku Tapi aku merindukan diriku Aku menginginkan diriku Aku mensyukuri diriku Dan aku menyerahkan diriku Padamu.

Jeda Ujian

Poto ini sangat menarik. Diambil dari balkon rumah oleh teman saya. Urusan mengambil gambar, aku lebih senang pinjam hp teman karena kualitasnya lebih bagus. Kalau tidak sedang kepepet, xiomi jadul kesayanganku ini tidak akan saya keluarkan untuk mengambil poto. Dari kemarin saya sudah berniat untuk mengupload poto ini. Sudah saya siapkan caption berupa puisi receh yang dibuat hanya dalam beberapa menit saja. Isinya gak terlalu bagus, tapi berhubung sudah jadi puisi mau tidak mau saya harus memberinya judul biar kelihatan beneran. Judulnya "Di Kota Ini". Sudah saya upload di facebook, tapi selang beberapa menit entah kenapa saya merasa sayang kalau puisi tersebut diposting, akhirnya saya hapus dan saya simpan di blog. Apapun captionnya poto senja ini tetap saya upload. Pikir saya "lumayan", setidaknya postingan saya sudah sedikit mengalihkan perhatian orang lain dari hal-hal yang negatif: seperti ribut politik di twitter, nyiyir di komentar Youtube. Intinya yang pal

Waktu

Imam Qusyairy mendefinisikan waktu sebagai berikut: حادث متحقق علق عليه حصول حادث متوهم Kurang lebihnya artinya seperti ini : " Suatu hadis ( sesuatu yg baru) yang sudah pasti/nyata yang mana keberadaanya terikat pada suatu perkara yang masih berupa persepsi/belum nyata." Praktiknya, semisal ada orang berkata اتيك رأس الشهر, "aku akan datang padamu awal bulan", maka kedatangan seseorang tersebut masih berupa persepsi (al hadits al mutawahham), sedangkan awal bulan itu sesuatu yang sudah pasti/nyata (al hadits al mutahaqqiq). Setelah membaca ini, saya menjadi teringat apa yang dikatakan orang tua saya tahun di waktu lalu. Dalam salah satu moment yang entah saya sudah tidak ingat lagi, tiba-tiba beliau bilang begini ke saya:  "Tasawwuf itu memang mendamaikan." Saat itu saya bengong. Kurang paham, atau memang kurang fokus. Dan sekarang, setelah membaca keterangan Imam Qusyairi mengenai "waktu" ini, entah kenapa saya teringat perkataan tersebut. Bahw

Di Kota Ini

Di kota ini Aku menemukan kata  yang berjuang tanpa akhir yang siuman dari masa lalu Yang menerangi separuh aku Kota ini jalanannya kotor Tempat bermain k awanan anak anjing dan anak-anak kecil yang menggelandang Para pengemis panjang berbaris Ibu-ibu berkelahi setiap hari Lalu berkawan lagi dan lagi Tapi kota ini Juga tak henti-henti Menyulap ide-ide besar dan melahirkan para penyair Seorang teman sering marah kepadaku Dia kesal dengan pertanyaanya sendiri Mengapa ia meski tinggal di kota ini Tak ada hujan, tak ada pepohonan Seperti kota yang kehilangan harapan Tapi mereka punya air mata Dan mata air, kataku pada kawan Di kota ini Kini orang-orang hanya bisa menikmati lukisan Gambaran masa lalu  Tapi tentang nasibnya sendiri Mereka tak tahu Dan aku tak perlu kesal Dunia memang seperti itu Kenyataan yang penuh keganjilan Sebab itu, aku lebih senang membaca syair Cahaya yang senantiasa dirindukan Dalam setiap zaman. 2019