Saliman



Sudah telat beberapa menit, tapi alhamdulillah masih sempat mengikuti pengajian (pensyarahan) kitab Ihya bersama Syekh Muhanna yang dimulai hari ini. Disamping itu, satu hal yang paling membuat saya plong adalah bisa saliman dan mencium tangan beliau. Meskipun saya tak begitu yakin kalau saya paham semua yang dijelaskan beliau. Seperti biasanya.

Ingat dulu pas masih kecil. Saat itu saya diajak orang tua menghadiri haul seorang Kyai Musyid Tarekat Naqsyabandiah di daerah malang. Saat itu yang menghadiri haul Kyai adalah putra beliau (rahimahumulloh) yang menjadi penerus (mursyid).

Singkatnya, setelah pulang ke rumah orang tua saya bertanya kepada saya:

" Tadi malam sudah saliman ke Kyai? "

Saya jawab belum. Mendengar itu orangtua saya langsung marah besar. Dan saya pun sangat takut. Dengan nada marah beliau berkata:

" Kok bisa gak saliman. Wong intinya sebenarnya ya disitu! "

Semenjak kejadian itu, yang paling saya utamakan dalam sowan kepada Kyai dan guru saya adalah "saliman" atau "sungkem". Alasannya sederhana, karena kami para santri percaya akan adanya barokah. 

Berkaitan dengan saliman atau tabarrukan dengan guru, saya jadi ingat sebuah maqolah penting yang disampaikan senior saya disini. Beliau bercerita bahwa menurut Habib Ali Al Jufri orang yang belajar kepada Syekh secara langsung (bertatapan muka) itu berbeda dengan orang yang belajar tapi tidak bertemu secara langsung. Alasannya adalah karena orang yang mengaji dengan bertatapan muka secara langsung, maka ia akan mendapatkan "nur"-nya ilmu yang langsung terpancar dari sang guru.

Semoga guru-guru kita diberi kesehatan dan panjang umur. Amin...

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Puisi Memoir Februari- Mei

Hapuslah Kesedihanmu

Apakah Agama itu Sederhana?