Postingan

Menampilkan postingan dari Desember, 2019

Gus Dur

Kau mengabdikan seluruh hidupmu Waktu mengabadikan seluruh cintamu

B

Cinta tak mengenal zaman dia seperti ruh terus menumbuhkan benih-benih kehidupan ia bahasa abadi. 29 des 2019

a

Betapa menyebalkan hidup yang gelap terkepung ketidaksadaran yang meluap Dimanakah nilai keindahan hidup jika dipenuhi cahaya-cahaya yang redup 29 des 2019

M.Syahrur

Di Abu Dhabi, dalam keadaan dunia yang masih penuh ketidakadilan, beban-beban kemanusiaan yang menumpuk, dan nasib sejarah yang entah hendak dibawa kemana, pemikir Suriah itu menghembuskan nafas terakhirnya. Tepat dalam usianya yang ketuju puluh tuju.  Baru beberapa bulan yang lalu nama beliau ramai dibicarakan di Indonesia. Muhammad Syahrur tiba-tiba dikenal melalui disertasi kontroversial yang ditulis Dr. Abdul Aziz, yang mengupas tentang pemikiran-pemikiran beliau.  Terlepas dari kontroversi yang ada, beliau adalah pemikir besar, yang gigih mengkaji Al Quran melalui kacamata kontemporer. Dia tidak menerima begitu saja konstruksi yang sudah "mapan" yang diwariskan oleh ulama terdahulu. Seolah-olah mengajak kita, para pengkaji Islam masa kini, untuk menghirup "udara segar" dengan memberikan pertanyaan-pertanyaam kritis: " dimanakah kredibilitas risalah ini setelah empat belas abad berlalu? padahal setiap kali membaca kitab yang diturunkan ini, kita senantiasa

Cukup Berilmu, atau Harus "Ngustadz"

Tak seperti biasanya. Saya lebih sering menghabiskan waktu-waktu saya di warung kopi ketika malam hari. Kadang sampai tengah malam, kadang juga begadang, hingga menjelang subuh baru pulang. Tapi hari ini masih pagi-pagi sekali sudah beraktifitas dan ngopi. Seorang karyawan yang bekerja di kafe datang. Sedikit berbasa-basi dan menanyakan apa pesanan saya. Setelah memesan, dia pun melanjutkan pekerjaannya. Karena masih pagi sekali, dia pun bersih-bersih sambil mondar-mandir merapikan kursi. Saya dan teman saya tidak begitu peduli. Fokus saja dengan kerjaan masing-masing. Selang beberapa waktu, karyawan tadi datang. Berdiri mematung di samping kami. Lalu ngomomg, " itu apa? ", dia menanyakan buku yang tergeletak di samping kopi yang ada di meja kami. "Buku mantik", jawabku. Dia tersenyum sambil bilang, "sudah lama sekali aku gak baca itu".  "Serius kau dulu baca ini? ". "Iya beneran. Aku juga kuliah di Azhar jurusan syariah dan lulus tahun dua

Suatu Kewajaran

Di suatu kafe, ada seorang gadis kecil, bersepatu mungil, kerudung merah yang cantik dengan sebuah balon di tangan kirinya, datang menghampiriku yang sedari tadi duduk sendirian. Aku tahu maksudnya-- dan kalian yang ngafe di beberapa tempat di kawasan Kairo pun pasti tahu apa maksudnya. Kadang anak kecil, ibu-ibu, atau seorang tua renta. Setahuku, kebanyakan mereka adalah dari kalangan perempuan.  Mereka tidak menuntut banyak. Cukup satu le (kurang lebih satu ribu rupiah) atau dua le saja dari pengunjung kafe, mereka sudah senang, dan segera beranjak pergi dari hadapan kalian.  Lalu anak kecil tadi, awalnya saya gak mau kasih. Dia terus memelas, sambil mengucapkan kata-kata yang menyedihkan. Saya tetap gak mau ngasih, dia pun pergi. Setelah beberapa langkah dia menjauh, saya pun memanggilnya kembali.  Ya, setiap kali mendapatkan moment seperti itu, saya harus berdamai dengan diri saya sendiri: menyelesaikan persoalan dilematis. Satu sisi, tidak senang dengan perbuatan yang ia lakukan:

Guru

Seorang murid memang dituntut mandiri. Guru sendiri yang menghendaki seperti itu. Seorang guru senantiasa mengharapkan agar si murid terus belajar, berkembang, dan bermanfaat, baik untuk diri sendiri atau yang lain. Tapi sepandai-pandainya murid, murid tetaplah murid. Pada kedalaman ruhaninya, selalu ada pengakuan, " tanpa sang guru, entahlah aku! ". Barangkali manusia dengan entitas alami yang ia miliki tak mampu sepenuhnya mengontrol apa saja yang berkaitan dengan dirinya sendiri: mulai dari segala yang ia tahu, hingga yang ia mau sekaligus. Manusia dianugerahi kemampuan atas segala "kemungkinan", dan di waktu yang sama-- sebagai ciri seorang makhluk-- dia pun cukup dekat dengan "ketaksanggupan". Sebab itu, manusia membutuhkan entitas/kuasa yang lain. Manusia butuh agama; ia butuh ajaran: ia butuh guru.

Praktik Tajdid Ala Toha Abdurrahman

Dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi dan Imam Hakim diceritakan bahwa suatu ketika Umu Salamah Ra bertanya kepada Rasululloh Saw: " wahai Rasululloh Saw, aku tidak mendengar sama sekali bahwa Alloh Swt menyebut sesuatu tentang perempuan dalam berhijrah."  Sebab pertanyaan tersebut, lalu diturunkanlah ayat:  " Maka Tuhan mereka memperkenankan permohonannya (dengan berfirman), “Sesungguhnya Aku tidak menyia-nyiakan amal orang yang beramal di antara kamu, baik laki-laki maupun perempuan, (karena) sebagian kamu adalah (keturunan) dari sebagian yang lain. Maka orang yang berhijrah, yang diusir dari kampung halamannya, yang disakiti pada jalan-Ku, yang berperang dan yang terbunuh, pasti akan Aku hapus kesalahan mereka dan pasti Aku masukkan mereka ke dalam surga-surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, sebagai pahala dari Allah. Dan di sisi Allah ada pahala yang baik.” ( Surat Ali 'Imran: 195) Lalu dalam riwayat lain oleh Imam Hakim, Ummu Salamah

Nulis Aja

Apa yang paling membuatmu gelisah selain mata pisau waktu yang memaksamu berlari  dan terkejar  semua tentangmu terus berputar untuk apa dan mengapa  semua memudar, membisu menghilang ditimbun waktu dan kini orang-orang menjadi takut entah memang lupa  atau sedang sakit tiada lagi aksara-aksara perihal rasa dan keterikatan antara hidup dan cinta tapi aku tak mau duhai juwitaku benar kata ibu: "teruslah kau rawat, nak bunga-bunga kehidupan biarkan bayang-bayang  dan ketakutan menyerang tapi dengan sekantung doa  hatimu kan jadi samudera: sinar kedamaian yang terang".

Gak Usah Panas

Diantara hal penting yang dibutuhkan saat ini adalah kesadaran untuk berbeda. Setahu saya, sadar adalah kata yang berkonotasi "benar", "tegak", dan "indah". Rupanya, memang yang paling tepat untuk diterapkan saat ini, dalam suasana beragama yang gampang "panas", ya kesadaran itu sendiri.  Tapi sadar pun tak semudah seperti yang dibayangkan. Dia masih butuh akan sesuatu yang lain, yaitu rasa cinta, kedewasaan, dan kasih sayang.  Oke, contoh gampangnya seperti ini. Ada dua orang yang berbeda pandangan dalam menyikapi sebuah persoalan, dan ternyata dua orang tersebut teryata saling bermusuhan, apakah mungkin kita meminta keduanya untuk berdamai alias berkompromi satu sama lain? Ya sulit dong. Yang pasti, kalau dasarnya sudah seperti itu, endingnya tidak jauh dari ribut dan panas-panasan saja.  Maka berbeda jika hal tersebut terjadi diantara orang tua dan anak misalnya, atau antara seorang guru yang bijak dan murid yang nakal, karena sudah ada rasa m