M.Syahrur

Di Abu Dhabi, dalam keadaan dunia yang masih penuh ketidakadilan, beban-beban kemanusiaan yang menumpuk, dan nasib sejarah yang entah hendak dibawa kemana, pemikir Suriah itu menghembuskan nafas terakhirnya. Tepat dalam usianya yang ketuju puluh tuju. 

Baru beberapa bulan yang lalu nama beliau ramai dibicarakan di Indonesia. Muhammad Syahrur tiba-tiba dikenal melalui disertasi kontroversial yang ditulis Dr. Abdul Aziz, yang mengupas tentang pemikiran-pemikiran beliau. 

Terlepas dari kontroversi yang ada, beliau adalah pemikir besar, yang gigih mengkaji Al Quran melalui kacamata kontemporer. Dia tidak menerima begitu saja konstruksi yang sudah "mapan" yang diwariskan oleh ulama terdahulu.

Seolah-olah mengajak kita, para pengkaji Islam masa kini, untuk menghirup "udara segar" dengan memberikan pertanyaan-pertanyaam kritis: " dimanakah kredibilitas risalah ini setelah empat belas abad berlalu? padahal setiap kali membaca kitab yang diturunkan ini, kita senantiasa menutupnya dengan bacaan 'sodaqoolohul 'adzim!' ".

Syahrur seolah tidak mau dikekang. Dia ingin membuktikan dengan dirinya sendiri bahwa agama ini adalah benar. Sebab itu, dia hendak berangkat dari realitas yang ia pahami menuju teks secara langsung, tanpa perantara siapapun. Cukup dengan dirinya dengan Al Quran. Inilah yang kemudian disebut dengan "at tabyin bi al quran".

Tidak sampai disitu saja, Syahrur juga mempertanyakan, "apakah Islam yang ada di hadapan kita saat ini adalah Islam yang esensial, atau sebatas Islam-historis, yang dalam pembentukannya telah 
melalui proses sejarah, yang memiliki relasi-sosial, politik serta aliran-aliran tertentu?" Dari sini muncullah sebuah konsep "al kainunah" (being/ada), "as sairuroh" (process/proses), dan "as shoiruroh" (becoming/menjadi).

Dalam hal ini, Syahrur mulai melakukan analisis dengan pendekatan filosofis. Bagi Syahrur doktrin Islam yang murni, yang layak menyandang entitas "ada" ( al kainunah) hanyalah Al Quran. Dan yang ber-"proses" hingga "menjadi" adalah selain Al Quran. 

Kajiannya terhadap Al Quran juga berkaitan erat dengan pandangannya mengenai konsep "as-sunnah". Dimata Syahrur, definisi sunnah tidaklah sebagaimana yang digunakan pada umumnya, yakni segala apa yang diucapkan, dilakukan dan ditetapkan oleh Nabi Saw. Tapi sunnah yang dia kehendaki ialah sesuatu yang "bisa berubah", sebagai perbandingan dari "sunnatulloh" yang tidak bisa dirubah.

Ada yang berpendapat kalau pandangan Syahrur mengenai konsep sunnah itu terpengaruh oleh seorang pemikir Sudan Muhammad Abul Qosim Haj Hammad (w. 2004), bahwa tidak semua sunnah Nabi Saw bisa dihadikan hujjah. Dalam arti yang sejalan dengan Al Quran bisa dipakai, selainnya tidak. 

Adapun berkaitan dengan karya ilmiah, Syahrur termasuk pemikir yang produktif. Diantara karya-karyanya adalah " al kitab wa al quran mu'ahiroh" (1990), " al daulah wa al Mujtama' " (1994), "al Islam wa al Iman-mandzumat al qiyam" (1996), "nahwa ushul jadidat fi al fiqhi al islami" (2000) dan masih banyak yang lainnya. Tapi dari sekian banyak karya beliau, yang paling kontroversi dan mengundang banyak kritik dan perdebatan adalah karya beliau yang pertama, yaitu al kitab wa al quran qiroah mu'ashiroh. Diantaranya adalah (1) Syekh Romadlon Al Buthi sebagaimana yang beliau tulis di majalah nahjul Islam pada tahun 1990 dengan judul: "al kholfiyah al yahudiyah li syi'ar qiroah mu'ashiroh", (2) Syauqi Abu Kholil dalam majalah yang sama tahun 1991 dengan judul: "taqothu'at khothirot fi darb al qiroah al mu'ashiroh", (3) Nashr Hamid Abu Zaid dalam majalah hilal tahun 1991 dengan judul: "limadza toghot at-talfiqiyah ala katsiri masyru'ati tajdid al islam? " dan masih ada lagi yang lainnya.

Menurut hemat penulis, Muhammad Syahrur tak ubahnya dengan Yusuf Siddiq, seorang pemikir asal Tunis. Wacana mereka dalam kajian Al Quran mengedepankan diskursus-vertikal (al khithob al 'amudi), yakni dari atas bawa ke atas, bukan horizontal ( al khithob al ufuqi), yakni dari bawah ke samping. 

Jadi metode yang dia pakai dalam membaca Al Quran cenderung subjektif. Hal itu menghasilkan buah-buah pemikiran yang dirasa kontroversial. Khususnya dalam ranah fiqh, perempuan, konsep nubuat yang pasti bertentangan dengan paham sunni-asy'ariyah dan syafiiyah.

Meski demikian, kerja keras beliau dalam kajian Islam patut diapresiasi. Dan atas nama ilmu pengetahuan, bagaimanapun hasilnya, karya ilmiah harus mendapatkan haknya untuk dikaji dan dihargai. Tidak malah dilarang karena dianggap tidak sejalan dengan "ideologi" tertentu. Karena bangsa yang besar, adalah bangsa yang mampu bersikap adil dan objektif, serta menghargai hasil kerja anak manusia.

Allohummaghfir lahu warhamhu wa 'aafihi wa'fu 'anhu...!!!

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Puisi Memoir Februari- Mei

Hapuslah Kesedihanmu

Apakah Agama itu Sederhana?