Gak Usah Panas

Diantara hal penting yang dibutuhkan saat ini adalah kesadaran untuk berbeda. Setahu saya, sadar adalah kata yang berkonotasi "benar", "tegak", dan "indah". Rupanya, memang yang paling tepat untuk diterapkan saat ini, dalam suasana beragama yang gampang "panas", ya kesadaran itu sendiri. 

Tapi sadar pun tak semudah seperti yang dibayangkan. Dia masih butuh akan sesuatu yang lain, yaitu rasa cinta, kedewasaan, dan kasih sayang. 

Oke, contoh gampangnya seperti ini. Ada dua orang yang berbeda pandangan dalam menyikapi sebuah persoalan, dan ternyata dua orang tersebut teryata saling bermusuhan, apakah mungkin kita meminta keduanya untuk berdamai alias berkompromi satu sama lain? Ya sulit dong. Yang pasti, kalau dasarnya sudah seperti itu, endingnya tidak jauh dari ribut dan panas-panasan saja. 

Maka berbeda jika hal tersebut terjadi diantara orang tua dan anak misalnya, atau antara seorang guru yang bijak dan murid yang nakal, karena sudah ada rasa menyayangi atau memiliki, pasti si orang tua, atau sang guru pasti bisa menyadari dan berkompromi dengan yang lain. Tidak mungkin seumpama, gara-gara si murid ini bodoh, lalu salah ketika menjawab soal/pertanyaan yang diberikan sang guru, tiba-tiba sang guru tadi marah-marah, murka, mencaci-maki bahkan melaknat dsb. Justru sang guru tadi akan berusaha sekuat tenaga membuat si murid yang salah tadi menjadi paham dan mengerti. 

Lha sekarang yang terjadi, ketika ada perbedaan dan perselisihan, selalu saja yang ditampilkan adalah ekspresi-ekspresi permusuhan. Sialnya lagi, yang digembor-gemborkan adalah "atas nama agama! " Kan repot. Akhirnya, berbeda (entah memang beda atau karena salah) dikit saja langsung klaim inilah, itulah, bela inilah, bela itulah. 

Kalau terus-terusan seperti itu ya gak nyamanlah, dan kalau sudah gak nyaman kapan bisa berkembang. Terus kapan bisa ngopi, rebahan sambil dengerin lagu apa gitu.

Wong orang nulis puisi saja itu butuh ketenangan, butuh hening, jarak, butuh imajinasi, kasmaran dll. Orang nulis makalah misalnya, itu butuh konsentrasi, butuh banyak baca buku, dan ruang yang pas, yang nyaman dan membangun dialektika, ditambah sedikit asap dan kopi hitam yang kental. 

Jadi gitu ya, sudah, gak usah kagetan/ngototan, apalagi sok paling bener. Sudah saatnya kita beragama dengan ekspresi yang santuy. Intinya tidak usah gampang panas. Dan mari kita tunjukkan kepada dunia cara beragama yang cerdas.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Puisi Memoir Februari- Mei

Hapuslah Kesedihanmu

Apakah Agama itu Sederhana?