OASIS



Sekitar jam sepuluh malam saya terbangun dari tidur. Saya langsung menuju kamar mandi untuk cuci muka. Lalu saya nyalakan kompor buat masak air. Beberapa menit kemudian teh panas sudah mengepul.

Saya nyalakan lampu kamar, akhirnya ritual ngeteh (bahasa mesirnya "ngeshay" pun dimulai, tak lupa dibersamai Ibnu Arobi dengan "fushus al hikam" nya.

Menit demi menit berjalan cukup hikmat. Sekitar sejaman berlalu, saya merasa kayak ada yang kurang.

" oh, ya, syisa! "

Setelah melewati "birokrasi" yang agak lumayan, karena harus beli arang yang sudah habis, dan untuk mendapatkannya saya harus turun-naik tangga dari lantai enam. Akhirnya semua sudah "ready", alias " nyepak".

Lampu rumah saya matikan semua, dan cuman lampu teras saja yang saya nyalakan. Gitu pun agak redup. Oke, di situlah tempat saya melanjutkan ritual ngeshay dan nyisah.

Sambil ngebul dan nyeruput teh, saya menikmati suasana malam dan pemandangan kota kairo yang khas dengan serba cokelatnya, kampus azhar yang berhimpit dengan menaranya yang berjarak sangat dekat dari flat yang saya tinggali. Dan dari kejauhan terlihat masjid Sultan Hasan dengan pesona dan kegagahannya. 

Saya gak habis pikir, kok bisa menemukan moment yang indah kayak gini. 

Barangkali hal-hal seperti ini adalah adalah pelajaran, bahwa banyak moment-moment yang tak semuanya perihal proses "menemukan", tapi "ditemukan". Bahkan kalau boleh jujur, seringkali dalam keadaan tertentu kita merasakan seolah hal-hal yang berada di depan mata tampak begitu samar; saat berusaha mengejarnya yang kita rasakan hanyalah kekacauan dan kerumitan. Kadang  perasaan semacam itu mendekat begitu saja tanpa diketahui secara pasti apa alasan serta penyebabnya. 

Kalau kita mengandalkan kuasa sendiri, kerumitan dan ketakjelasan yang ada tak akan usai. Selanjutnya, tibalah saatnya kita merasa kalah, dan usai. Sudah saatnya bersegera mengaku kepada-Nya.

Artinya, pada hamparan eksistensial, kita justru tak murni memahami yang eksis berangkat dari "keberpotensian". Tiada lagi akal-kesadaran yang mengejar, tapi akal-kesadaran hanya berlaku untuk menerima  "kehadiran".



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Puisi Memoir Februari- Mei

Hapuslah Kesedihanmu

Apakah Agama itu Sederhana?