Tak ada yang perlu disesali memang jika kau tak lagi berpuisi karena tak tahu secara persis apa yang sebenarnya terjadi bukan berarti kau harus jatuh, meranggas merelakan dedauan itu menguning satu persatu, menelanjangi keyakinanmu barangkali kau adalah mawar yang bisu dan harus terlihat cemas untuk sementara waktu tapi diam-diam kau terus mencari cara, bukan? Ssperti itulah dirimu yang harus kau ingat adalah menyadari agar senantiasa semerbakmu segar nan alami jadi mulai sekarang tak perlu bersusah payah mencari puisi lagi kau indah karena memang dirimulah mawar itu.
# suatu pagi dunia terbangun cepat sekali kami pun duduk bersama menikmati kopi tak kusangka, tiba-tiba ia bercerita padaku memberi tahu asal usul kesakitan itu bahwa semua berawal dari percaya akan cinta yang tak ada, sahabat yang tak ada, pada hidup yang tak ada, pada makna yang tak ada: segala tentang tiada yang disangkanya ada. 21.02.21 # Diam-diam aku meyakini bahwa setiap yang berhati bermimpi untuk bertemu seseorang yang menyerahkan hatinya secara gila-gilaan, mengeluarkan kata-kata yang tak bisa lagi diuraikan dengan lisan. Bahkan untuk mengucapkan terimakasih saja kepadamu aku tak berani dan teramat malu. Ucapan maaf pun kupikir tak pantas kau menerima itu. Mungkin cara terbaik bagi kita adalah bersama-sama terdiam, masing-masing merelakan waktu tenggelam menjelma malam, menyembunyikan semua ingatan di balik senyum bintang-bintang dan tangisan rembulan, lalu dengan lirih kita panggil-panggil angin yang membawa musim semi dan merayunya agar ia sudi melahirkan kembali bung
Sekitar jam sepuluh malam saya terbangun dari tidur. Saya langsung menuju kamar mandi untuk cuci muka. Lalu saya nyalakan kompor buat masak air. Beberapa menit kemudian teh panas sudah mengepul. Saya nyalakan lampu kamar, akhirnya ritual ngeteh (bahasa mesirnya "ngeshay" pun dimulai, tak lupa dibersamai Ibnu Arobi dengan "fushus al hikam" nya. Menit demi menit berjalan cukup hikmat. Sekitar sejaman berlalu, saya merasa kayak ada yang kurang. " oh, ya, syisa! " Setelah melewati "birokrasi" yang agak lumayan, karena harus beli arang yang sudah habis, dan untuk mendapatkannya saya harus turun-naik tangga dari lantai enam. Akhirnya semua sudah "ready", alias " nyepak". Lampu rumah saya matikan semua, dan cuman lampu teras saja yang saya nyalakan. Gitu pun agak redup. Oke, di situlah tempat saya melanjutkan ritual ngeshay dan nyisah. Sambil ngebul dan nyeruput teh, saya menikmati suasana malam dan pemandangan kota kairo yang khas
Komentar
Posting Komentar