Bom dan Jalan Pintas



Entah apa yang dipikirkan pemuda itu. Ia memilih meledakkan dirinya sendiri. Enam polisi luka ringan, dan si pelaku kurang tampak jelas: terlihat ia hanya tergeletak di tanah, tubuhnya hancur, seperti habis dicabik-cabik binatang buas. 

Dalam gambar, pemuda itu tampak diam dan demikian pasrah. Tapi di twitter, netizen tak mau ketinggalan. Belum diketahui secara pasti apa motifnya, orang-orang sudah paham dan langsung ingin menghukumi: itu pasti radikal, terorisme! 

Menariknya, bukannya mereka ketakutan (setidaknya itu yang tergambar di sosmed), resah, atau merasa kena teror, netizen malah terlihat sinis: bahwa "sekarang pelaku sudah di surga", "ngentot di surga", dll. Barangkali bagi mereka, sinisme semacam itu adalah sikap yang tepat untuk seorang teroris. 

Terlepas dari itu semua, bagaimanapun kita musti mengambil pelajaran. Bahwa radikalisme adalah tindakan yang keluar dari batas kemanusian. Ia lahir dari keberpihakan atas "ego" yang berlebihan: bahwa "akulah benar, selainku salah! "; "aku yang sorga, selainku neraka! ".

Dari pola pikir semacam itu, disertai "prinsip-egois-radikal", seseorang akan melakukan apapun, meskipun akan mengancam keselamatan orang lain, atau (meledakkan) dirinya sendiri. 

Tapi di samping kesesatan ideologi, kadang saya berpikir bahwa mengapa orang nekat berbuat teror seperti itu karena dia ingin mewujudkan impiannya dengan jalan pintas, alias instan. Dari pada bersusah payah menjalani proses (dengan beribadah atau kerja keras misalnya), dirasa terlalu panjang dan ribet, akhirnya ada saja orang gila yang menempuh jalur instan tersebut. Gak peduli bagaimanapun caranya, apapun resikonya, dia akan mengambil jalan ninja yang gila/instan itu.

Entahlah, kadang sesuatu yang instan memang terlihat menggiurkan: seperti jalan para koruptor itu!

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Puisi Memoir Februari- Mei

Hapuslah Kesedihanmu

Apakah Agama itu Sederhana?