SOESILO ANANTA TOER

Hidup sebagai seorang pemulung dengan ijazah doktor, itulah hidup yang dipilih oleh Soesilo Ananta Toer, itulah kehidupan yang paling menakutkan bagi kita semua. Soesilo adalah adik dari seorang sastrawan legendaris Indonesia: Pramoedya Ananta Toer. Soesilo sendiri yang mengatakan bahwa dirinya dengan Pram adalah watak yang berlawanan. Bagi Soesilo, Pram adalah guru. Tapi Pram tetaplah musuhnya. Sebab itu jika Pram adalah simbol dari optimisme, maka diriya seolah simbol dari pesimisme. Tapi bagi saya, kedua-duanya adalah "buku besar" dalam catatan makna kehidupan.

Kenapa Soesilo mau jadi pemulung? Sebelum kita benar-benar ingin tahu alasannya, semua orang memang ingin mempertanyakan itu. Tidak peduli seberapa sering itu dipertanyakan, lalu dijawab sendiri oleh Soesilo, semua orang, sampai kapanpun (menurut saya), akan terus mempertanyakannya: "mengapa ia rela menjadi pemulung? "

Bagi pandangan yang pragmatis, khususnya orang-orang yang menganut "budaya empiris", Soesilo Ananta Toer menjadi wujud yang kontradikitif dengan esensi hidup itu sendiri. Itu benar. Jika hidup hanya sebatas "apa-apa" yang bersifat pencapaian materil, maka hidup yang ditempuh beliau adalah "kenihilan" bagi kita semua. Meskipun yang ia percayai justru sebaliknya: kenikmatan, bahkan kesejatian. "Menulis adalah kenikmatan yang saya cari, tapi kalau pemulung adalah kenikmatan seumur hidup."

Soesilo Ananta Toer mengakui sendiri kalau dirinya terpengaruh ajaran Ploutos, salah seorang dermawan dari Yunani-- lebih tepatnya, Plutus adalah salah seorang dewa dalam mitologi Yunani Kuna-- yang mengatakan, "anda belum atau bukanlah manusia kalau belum mengerti  hakikat anda sendiri". Lalu supaya dia mempunyai hakikat, maka yang terbaik bagi dirinya adalahmenjadi seorang pemulung. "Saya jadi manusia itu karena saya jadi pemulung, kalau enggak, saya bukan manusia." Sambil tertawa Soesilo mengatakan itu. Ia menerangkan kepada kita semua betapa prinsip adalah segalanya. Bukan prinsip yang bisa seenaknya saja diatur oleh hidup, tapi hiduplah yang semestinya menjunjung dan memperjuangkan prinsip kebenaran. Meskipun itu perlu diikrarkan melalui tindakan yang tak wah bagi kita semua: memulung.





Komentar

Postingan populer dari blog ini

Puisi Memoir Februari- Mei

Hapuslah Kesedihanmu

Apakah Agama itu Sederhana?